12 Mei 2009

Kijang Innova : Satu Busi Satu Koil, Makin Mantap

Sistem dan komponen pengapian pada mesin bensin—khususnya Kijang Innova—adalah bagian utama yang menentukan performa mesin. Karena pembakaran dimulai oleh pengapian, mesin bensin disebut juga SI atau spark ignition.

Pembakaran terjadi karena adanya nyala yang membakar campuran udara dan bahan bakar yang dimampatkan di dalam mesin atau ruang bakar. Nyala atau bunga api dihasilkan oleh busi. Ujung busi yang menghasilkan bunga api berada di ruang bakar.

Tanpa Distributor
Terdapat perbedaan cukup banyak antara mesin Kijang Innova dan versi yang mesin Kijang yang masih menggunakan karburator untuk sistem pengapiannya. Pada mesin Innova atau mesin Kijang yang sudah menggunakan sistem injeksi tidak lagi menggunakan distributor atau bahasa sehari-hari sering juga disebut “delko” atau platina. Sistem pengapian tanpa distributor ini bahasa kerennya DIS (distributorless ignition system).

Karena tidak punya distributor, waktu pengapian tidak perlu lagi disetel lagi, seperti mesin “jadul” dengan menggeser-geser distributor. Dengan ini pula, perawatan makin praktis. Di samping itu, performa atau kinerja mesin tetap bisa dijaga selalu berada pada kondisi prima. Pasalnya, tidak ada bagian yang cepat rusak atau oblak.

Dulu, zaman distributor yang masih menggunakan platina, bagian ini paling sering oblak dan langsung memengaruhi kerja mesin.

Distributor tidak lagi diperlukan karena setiap busi langsung diaktifkan oleh satu koil. Setiap busi punya satu koil.

Pada mesin lama, bentuk koil mirip dengan botol. Satu koil digunakan untuk empat busi (mesin empat silinder) atau lebih (tergantung jumlah silinder). Kondisi tersebut membuat kerja koil jadi berat, terutama ketika bekerja pada putaran tinggi.

Coba bayangkan, mesin 4 silinder, yang bekerja pada 5.000 rpm, mengharuskan koil menghasilkan tegangan tinggi 10.000 kali setiap menit atau 27 kali per detik. Pasalnya, setiap dua putaran per silinder, busi harus menghasilkan satu kali tegangan. Nah, kalau empat silinder, 2 x 5.000 = 10.000.

Koil sekarang yang langsung dipasang di kepala busi hanya bekerja sekali untuk setiap dua kali putaran mesin (khusus mesin 4 langkah). Itu jauh lebih ringan. Kalau dulu hanya satu, kini empat. Berarti, bila mesin bekerja pada 5.000 rpm, koil cukup bekerja 2.500 kali.

Bentuk koil sekarang lebih kurus dan mirip cerutu. Karena itu, sering juga disebut koil cerutu, meski bagian atas dibuat agar besar. Pada bagian ini terdapat igniter yang memicu koil untuk menghasilkan tegangan tinggi. Tepatnya, satu koil satu igniter.

Dengan demikian, kinerja sistem pengapian Innova jauh lebih baik, lebih andal. Kerugian karena induksi kabel busi bisa dihilangkan. Juga tidak menimbulkan storing pada audio dan radio.

Pengaruh Pengapian
Kerja sistem pengapian sangat berpengaruh pada performa mesin. Makin baik kerja sistem pengapian—selain waktu (timing) dan besarnya bunga api yang dihasilkan—tenaga yang dihasilkan mesin bertambah. Konsumsi bahan bakar juga jadi lebih irit. Suara yang ditimbulkan mesin lebih halus. Tak kalah penting, hal itu juga ikut menurunkan polusi gas buang.

Knock Sensor
Kerja pengapian, yaitu waktu mencetuskan bunga api pada busi, ditentukan oleh langkah kerja mesin. Pengapian terjadi menjelang akhir langkah kompresi.

Mesin Kijang Innova dirancang dengan efisiensi kerja tinggi. Hal itu bisa dilihat dari perbandingan kompresi mesin yang termasuk tinggi, 9,8 : 1. Sebenarnya, untuk mesin dengan perbandingan kompresi setinggi itu, lebih mantap menggunakan asupan bahan bakar dengan nilai oktan lebih tinggi, misalnya 92 atau 95.

Masalahnya, menggunakan bensin beroktan lebih tinggi memaksa pemilik Innova harus mengeluarkan biaya lebih banyak untuk bahan bakar. Pasalnya, bensin beroktan tinggi, seperti produk Pertamina, yaitu Pertamax dan Pertamax Plus serta produk Shell, harganya lebih mahal dari Premium.

Akibatnya, meski menggunakan Pertamax atau Pertamax Plus, konsumsi bahan bakar per kilometer lebih irit. Namun, total rupiahnya tetap saja lebih tinggi. Inilah yang menyebabkan konsumen lebih tertarik memberikan asupan “gizi” standar buat Kijang Innovanya. Toh, akibat langsung tidak dirasakan. Mesin tetapi bekerja dengan mulus. Kecuali, lebih boros atau akselerasi agak payah dibandingkan bila menggunakan Pertamax, apalagi bila bebannya penuh dan disuruh lagi menanjak.

Kondisi ini telah diantisipasi oleh Toyota. Mesin Innova dilengkapi dengan “knock sensor”. Nah, bila mesin mengalami detonasi atau “mbrebet”, menembak karena gizi bahan bakar yang kurang cocok dengan selera mesin, knock sensor akan memberi informasi ke komputer mesin.

Selanjutnya, komputer mengubah waktu pengapian secara otomatis. Dalam hal ini, dimajukan. Hasilnya, gejala menembak bisa langsung dicegah.

Gizi Bensin
Makin bagus kualitas bensin, kerja mesin makin efisien alias irit. Jumlah bahan bakar yang terbakar lebih banyak. Proses pembakaran juga berlangsung lebih cepat. Ini yang menyebabkan bensin beroktan tinggi menghasilkan tenaga dan akselerasi lebih mantap dibandingkan Premium.

Mengingat Kijang Innova adalah kendaraan keluarga, dan sering digunakan dengan muatan banyak, termasuk ke luar kota, tak ada salahnya—malah lebih baik—sekali-kali diberi bensin beroktan tinggi. Terutama, bila Innova harus membawa muatan banyak serta melalui jalanan penuh tanjakan dan macet.

Dengan asupan gizi yang lebih baik, yaitu bensin beroktan lebih tinggi, mesin bekerja lebih ceria dan mantap. Perjalanan berat pun jadi lebih ringan. Juga perlu diingat, menurut Toyota, setiap 20.000 km atau 24 bulan, busi harus diganti. Tujuannya agar bisa tetap bekerja optimal.

Sumber : Kompas



Related Posts


0 comments: